Jember Jangan Jadi Kota Karnaval
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ ٱللَّهِ وَبَرَكاتُهُ
Aku tidak pernah lupa, tidak pernah sekalipun membayangkan kota yang dulunya memiliki sematan “Kota Santri” dan “Kota Pelajar” menjadi lebih sering dikenal sebagai “Kota Karnaval”. Jumlah pusat pendidikan berbasis agama Islam digadangkan sebanyak 660 pesantren dan 1400 lebih madrasah diniyah 1. Namun ternyata, banyaknya sekolah tadi hanyalah buih yang hanyut terbawa derasnya penurunan moral di era ini. Pemerintah Kabupaten Jember yang tidak henti-hentinya, secara resmi selama lebih dari dua puluh tahun mendukung terselenggaranya acara Jember Fasion Carnival. Sebuah parade mode busana yang memiliki kriteria sebagai berikut:
- Menampilkan aurat wanita.
- Memainkan musik dengan keras.
Dua alasan yang secara absolut, tidak diperbolehkan untuk seorang Muslim yang masih berakal. Aku tidak pernah kekurangan alasan untuk tidak menyukai karnaval. Celakanya, JFC seakan menjadi kiblat baru bagi masyarakat Jember. Karnaval setingkat desa marak dilakukan, coba anda cari di YouTube dengan kata kunci “Karnaval desa jember” maka muncul puluhan video terbaru masyarakat yang mencentang tiga kriteria ini:
- Joget-joget tidak jelas seakan tidak ada hari esok. Baru tahu namanya adalah joged “pargoy”.
- Mobil pickup yang membawa sound system dengan musik yang keras.
- Berpakaian nyeleneh.
Bahkan MUI Jember mengambil langkah ekstra untuk mengeluarkan fatwa khusus yang nyentil fenomena jogad-joged ini 2. Menyatakan ketiga poin di atas adalah haram sama dengan menyatakan matahari itu panas. Jadi tidak perlu dibahas habis di catatan singkat kali ini.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وبِحَمْدِكَ ، أشْهَدُ أنْ لا إلهَ إِلاَّ أنتَ أسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إليكَ
« Second day sleepover at my parent house
Membuat Video Pemrograman Ternyata Susah »